Kairospos.com, Jakarta - Melihat Wajah Demokrasi Nusantaraku saat ini
sangat memprihatinkan apa pasal? Tentulah dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok,
perhatian rakyat seluruh Indonesia ditujukan pada Ahok pada tulisan ini saya
tidak membahas status hukumnya yang sudah menjadi tersangka tapi mengapa
masyarakat digiring pikirannya, emosinya, seolah akan terjadi perang, semua
cara agitasi dilakukan, komunitas agama, alumni, perkumpulan, tempat ibadah, dijadikan
tempat agitasi dan propaganda.
Kata kafir, nama hewan anj...., keluar dengan
begitu mudahnya, dan terasa nyaman setelah mengatakannya. Hebohnya Wajah Bengis
Nusantaraku saat ini seolah kebencian ditanamkan dengan begitu kuatnya bagaikan
seorang yang ingin di hipnotis untuk mengikuti kemauan pelakunya.
Jika kita pikirkan dengan sederhana persoalan
utamanya adalah Pilkada DKI 2017 siapa ingin mendukung pasangan mana.
Jika tidak ingin memilih Ahok pada Pilkada
2017 nanti kan cukup sederhana saja jangan pilih Ahok.
Jika ingin memilih Anies Baswedan dan Sandiaga
Uno pilihlah dan coblos pasangan itu pada Pilkada 2017 nanti serahkan pajak
anda masa depan Jakarta pada pasangan ini.
Jika ingin memilh Agus Harimurti Yudhoyono
pilihlah dan coblos pada Pilkada 2017 nanti, serahkan pajak anda masa depan
Jakarta dikelolanya, sederhana bukan.
Dimasa orde baru saya sering tidak mencoblos
karena itu hak politik saya. Apakah seandainya saya tidak memilih karena tidak
ada orang yang cocok menurut saya lantas saya ditangkap dan dikatakan kapir,
tentu tidak! sekali lagi ini hak politik saya!, tidak ada orang yang bisa
mengancam saya, memaksa saya untuk menggunakan hak politik saya.
Beberapa hari lalu muncul di berbagai media
sosial anjuran untuk menarik uang dari Bank agar terjadi Rush, kemudian seolah
ada maklumat lagi untuk mencabut atau uninstal salah satu ojek online karena
dianggap mendukung salah satu pasangan calon, bukan maen berbagai cara agitasi
dilakukan hingga Kapolri menerjunkan tim
cyber crime untuk memburu kelompok ini yang dinamakan cyber troops.
Politik yang dikembangkan saat ini politik
usang yaitu Politik Identitas, dengan konten SARA(Suku, Agama, Ras, Antar
Golongan), dengan ditambah bumbu penyedap Komunis, Liberal, Kapir. Padahal
sebenarnya Indonesia sudah mulai berjalan perlahan maju khususnya di kota
metropolitan Jakarta. Ketiga pasangan menurut saya sudah sesuai ketentuan
menggunakan Politik Pencerahan berbasis program kerja nyata.
Jakarta sudah merasakan pahitnya,
menderitanya, akibat kerusuhan yang berbau SARA bulan Mei Tahun 1998. Itulah sebabnya mengapa aksi demo 411(tanggal
4 November 2016) harus mendatangkan dari
luar Jakarta untuk demo di Jakarta. Karena masyarakat Jakarta yang paling merasakannya,
masyarakat muak, benci, melihat para
aktor Intelektual peristiwa 1998 duduk manis, menikmati keberhasilan mereka, sementara
perekonomian hancur lebur, banyak nyawa melayang sia-sia, anak-anak, remaja,
orang dewasa mati terbakar dengan sangat mengenaskan, saya sulit melupakannya
karena saya berusaha membantu para
korban tapi tidak mampu karena situasi yang begitu mencekam. Kemudian saat ini
sebagian orang yang sama ingin bernostalgia kembali.
Jangan kembali membangun sistem politik yang
berbasis Fasis, dengan menggunakan cara ancaman, melarang kunjungan kampanye,
demo anarkis, ketika orang takut memilih sesuai ekspresinya maka disanalah
berawal terbangunnya calon pemimpin tiran, diktator dan fasis.
Masukan saya dan himbauan saya pada politisi
tua dan politisi muda kembalilah sadar diri mumpung masih ada waktu dan ingat
banyak politisi yang meninggal sebelum bertobat, apa yang kita bawa setelah
ajal memanggil kita tentulah sifat yang baik teladan yang baik pada generasi
muda, jangan tinggalkan warisan kebencian peperangan pada generasi penerus
bangsa ini.
Untuk kasus hukum Ahok ingatlah adigium dalam
ilmu hukum : Lebih baik melepaskan 1000 orang terpidana daripada menahan dan
memenjarakan 1(satu) orang yang tidak bersalah. Jangan memaksa para penegak
hukum; Polisi, Jaksa, Hakim mengikuti paksaan pihak tertentu karena mereka
punya tanggung jawab moral terhadap
putusan mereka.
Statemen Panglima Jenderal Gatot harus kita
cermati : Kita berada dalam Ancaman Proxy War, artinya adalah “Perwakilan”.
Proxy War artinya peperangan yang diwakilkan, atau mudahnya:peperangan yang
memanfaatkan pihak lain. Pihak pengendali tidak mau publik mengetahui identitas
sebenarnya, sebagai pelaku perang sebenarnya. Sebaliknya, pihak yang
dimanfaatkan juga umumnya tak tahu bahwa mereka hanya dummy, puppet, wayang,
boneka, bidak catur. Perang ini sangat efektif seperti yang sudah saya jelaskan
diatas semua orang seolah terhipnotis membicarakan Ahok, perang hujatan hingga
ajakan rush money di media sosial yang meresahkan masyarakat.
Tapi menyelesaikan masalah ini tidak sesulit
yang dibayangkan banyak orang menurut saya apapun model model perang itu selalu
membutuhkan logistik, putus mata rantai logistik itu, hukum dan awasi operator
dilapangan. Cerdaskan masyarakat dengan konter efek yang lebih sistematis tak
terbaca lawan, ingat penyusup terkuat adalah orang dalam. Lakukan kontra
intelejen jangan takut terkena pelanggaram HAM apa yang terjadi seandainya
bangsa ini dijadikan seperti Suriah? Apakah rakyat merengek pada HAM, pada
PBB?. Yang pasti masyarakat akan meminta tanggung jawab pihak keamanan dan pemimpin tertinggi.
Indonesia terbukti mempunyai sejarah panjang
dan berhasil dalam menangani melewati berbagai konflik, konflik Pilkada DKI 2017 tidak seberapa dibandingkan dengan
konfrontasi 1945. Konfrontasi memerdekaan Bangsa Indonesia, jayalah Nusantaraku
, tersenyumlah wajah nusantaraku.
0 Response to "Wajah Demokrasi Nusantaraku Terancam"
Post a Comment