Kairospos.com, Jakarta - Menghadapi sidang dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama yang akan digelar Selasa, 13/12/2016, Aliansi Masyarakat Sipil untuk Konstitusi (AMSIK) berkumpul di Bakoel Koffie untuk membuat pernyataan sikap pada Sabtu(10/12/2016).
Pilkada Jakarta dengan berbagai peristiwa politik primordial dan kegaduhannya adalah tragedi demokrasi. Peristiwa ini merupakan pembelajaran yang buruk bagi warga masyarakat tidak hanya DKI, tetapi juga Indonesia, dalam rangka pemahamannya terhadap filosofi Pancasila, ke-Bhinekaan dan ke-Indonesiaan. Tragedi ini menampakkan wajah bangsa yang berketuhanan, tetapi ternyata intoleran dan melupakan akar kebhinekaannya; dan mengingkari cita-cita pendiri bangsa.
Peristiwa ini akan berdampak terhadap kematangan demokrasi dan kemampuan warga masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya secara demokratis demi terciptanya pemerintahan DKI Jakarta yang bertatatakelola (bersih dan transparan), melayani, dan mensejahterakan. Untuk memastikannya, dibutuhkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, bersih, berkomitmen membangun masyarakat, dan bukan yang dipilih karena latar belakang primordial-nya.
Menggunakan hak politik adalah memenuhi panggilan agung
untuk memperjuangkan kebaikan bersama dengan penuh kesadaran dan
pengabdian luhur kepada tanah air.
Kegaduhan politik sudah menghilangkan kesempatan rakyat
Jakarta untuk merayakan pesta demokrasi dengan sukacita, penuh kesadaran
dan bertanggungjawab, melangsungkan hidup tatapamong kota yang
berkeadaban dan mengutamakan layanan publik; dan menunda kesempatan dan
upaya untuk mengejar ketinggalan Jakarta dalam menyejahterakan warga.
Hal terjadi justru adalah hilangnya rasa aman bagi banyak warga,
terganggunya kemanan dan ketertiban, ritme kegiatan rutin warga, bahkan
bertebarnya rasa ketakutan dan kecemasan dalam beberapa bulan terakhir
ini. Khususnya karena dipicu oleh penyalahgunaan media, terutama media
sosial, sebagai alat pribadi atau agitasi kelompok oligarki politik.
Penyalahgunaan itu telah mengelabui masyarakat, dan merupakan
pelanggaran terhadap etika jurnalistik, dan fungsi media sebagai sarana
kontrol sosial yang utama dalam kehidupan demokrasi. Alih-alih mendidik
masyarakat, media justru telah berperan serta membentuk prasangka,
ketegangan sektarian, dan konflik horizontal.
Kebebasan berpendapat yang
dijamin oleh Konstitusi berubah secara liar menjadi kebablasan
berpendapat yang membahayakan kesatuan bangsa.
Hal yang mencolok adalah telah terjadi politik identitas
yang mempolitisasi perbedaan suku bangsa, ras, agama setiap kali ada
proses pemilihan Presiden atau Kepala Daerah. Keanekaragaman suku
bangsa, ras, etnisitas, agama dan kepercayaan, dan gender, adalah
rahmat, keunikan, kebesaran bagi bangsa Indonesia dengan lebih 17 ribu
pulau, 300 etnik dan 700-1000 bahasa dan dialek.
Namun justru
perbedaan-perbedaan itu dikonstruksi dan dipolitisasi dengan stereotipi,
prasangka, bahkan kebencian terhadap kelompok etnik dan agama tertentu
secara menyesatkan dan tidak bertanggungjawab. Telah terjadi pemaksaan
nilai yang tunggal dan seragam terhadap masyarakat Indonesia yang
faktanya adalah masyarakat plural bersendikan Pancasila dan Kebhinekaan.
Berdasarkan kenyataan di atas, kami memandang bahwa yang
terjadi terhadap Gubernur DKI petahana, Basuki Tjahaya Purnama adalah
politik identitas, yang dibangun dan disebarluaskan sebagai syiar
kebencian; yang bahkan ditegaskan melalui pengerahan masa, dan kemudian
menggunakan hukum dan ranah hukum untuk membenarkan tuntutan politik
suatu kelompok kepentingan.
Untuk mengembalikan demokrasi pada jalannya yang benar,
agar dapat dilangsungkan kehidupan kebangsaan dan kemasyarakatan yang
sehat dan berkeadaban, serta memulihkan rasa aman dalam kehidupan
sosial, budaya, ekonomi dalam masyarakat; maka kami memiliki pandangan
dan desakan:
1. Kami memandang Basuki Tjahaja Purnama adalah korban kriminalisasi dengan tuduhan penodaan agama. Basuki Tjahaja Purnama korban dari upaya fitnah dan pemelintiran yang dilakukan oleh orang yang bermaksud jahat padanya dan korban penggunaan 156a yang termasuk “pasal karet” yang bisa ditarik-tarik buat menjerat sesuai kepentingan penguasa dan pihak yang mengaku mayoritas.
2. Para penegak hukum, khususnya para hakim yang mulia, penjaga gerbang keadilan atas nama Tuhan, agar menjalankan proses peradilan terhadap Basuki Tjahaja Purnama secara adil, jujur dan terbuka; berani menegakkan independensi, bebas dari intervensi dan tidak tunduk pada tekanan massa.
3. Negara, khususnya LPSK dan aparat kepolisian, agar memberi perlindungan kepada saksi-saksi yang dihadirkan di Pengadilan, agar terjamin keselamatan dan keamanannya.
4. Segenap warga masyarakat agar menghentikan segala upaya penyebaran ujaran kebencian (hate speech) yang berlandaskan SARA, dan memberi kesempatan kepada hakim dan penegak hukum lain agar bekerja sebaik-baiknya dalam memproses kasus ini secara jujur, adil dan terbuka.
5. Khususnya kepada para guru dan pendidik, dan birokrasi pemerintah terkait pendidikan, agar meninjau kembali dengan tegas kurikulum, dan cara pengajaran di sekolah di berbagai jenjang pendidikan di seluruh tanah air, yang sebagian besarnya nampak dimasuki paham-paham konservatif, dan menempatkan perbedaan sebagai pernusuhan, karena telah jauh melenceng dari ajaran Pancasila dan Konstitusi, cita-cita kemerdekaan, dan membahayakan masa depan bangsa.
Pernyataan Sikap Kriminalisasi dengan Pasal Penodaan Agama terhadap Ahok adalah Pelanggaran HAM
Aliansi Masyarakat Sipil untuk Konstitusi (AMSIK) dinyatakan dan ditandatangi oleh 13 (tiga belas orang) tokoh masyarakat sebagai berikut :Jakarta, Hari Hak Asasi Manusia (HAM), 10 Desember 2016
1. Todung Mulya Lubis, Ahli Hukum dan Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM)
2. Hendardi, Ketua Umum Setara Institute
3. Prof. Dr. Sulistyowati Irianto, Akademisi
4. Dr. Neng Dara Affiah, Tokoh Agama, Pengasuh Pesantren di Banten
5. Jim B. Aditya, Akademisi dan Aktifis
6. Henny Supolo, Pegiat Pendidikan untuk Keragaman
7. Andi Syafrani, Praktisi Hukum
8. Mohammad Monib, Aktifis Dialog antar Agama
9. Ruby Khalifah, Pendamping Masyarakat Adat
10. Nia Syarifuddin, Aktifis Kebhinnekaan
11. Pdt. Penrad Siagiaan, Aktifis Kebebasan Beragama
12. Ilma Sovriyanti, Aktifis Perlindungan Anak
13. Thomas Nugraha, Forum Komunikasi Indonesia
KOMENTAR PERS
Penulis/Reporter : Ita.
Editor : Thony.
0 Response to "Kriminalisasi dengan Pasal Penodaan Agama terhadap Ahok adalah Pelanggaran HAM "
Post a Comment