KAIROSPOS.COM, Pada era zaman milenial, kekinian, zaman now dimata awak media terasa sulit. Apa pasalnya tiap hari bertemu orang terkenal, wawancara, diskusi dll.
Kadang pertanyaan dan jawaban tidak nyambung diedit disempurnakan agar tokoh yang diwawancara kelihatan perfecsionis, top markotop, terlebih para anggota DPR yg mulia dan terhormat harus kelihatan sempurna.
Bandingkan dengan pejuang tempoe doeloe, laskar, prajurit, komandan yg slh langkah beresiko Mati d tembak Musuh. Pantaslah mereka dianugrahi gelar Pahlawan.
Bandingkan dengan kasus SN yg ditetapkan tersangka oleh KPK, kemudian bebas di PN Jaksel karena putusan Hakim Prapradilan. Saat ini balik lagi dijadikan tersangka, byk mengatakan konspirasi bsr..,berhubungan dgn politik Pilpres 2019, dll. Pertarungan ketat sesama lembaga penegak hukum KPK dan Pengadilan. Stigma yang ada pada masyarakat adalah sulit memberantas Korupsi karena banyaknya aturan hukum yang dibuat untuk merintangi penegakan hukum.
Saat ini masyarakat tambah bingung ketika ketua KPK dilaporkan ke Bareskrim Polri maka tambah galaulah masyarakat melihat sistem peradilan Indonesia. Lembaga mana yang benar? . Filsul Karl Popper mengatakan tidak ada yang absolute didunia ini semua teori harus diuji. Tidak ada kekuasaan dan kebenaran yang absolute tentunya termasuk kekuasaan dan kebenaran hakim, biarkan waktu yang menentukan.
Pada konteks 'zaman milenial,' dikala keteladanan nyaris punah, ada tokoh agama yg provokatif, cenderung masuk ke ranah politik tidak arif dan memberikan keteduhan dan menyejukkan masyarakat. Kelompok muda melenial tambah goyah tidak ada tempat untuk menenangkan, meneduhkan hatinya. Bermain games online, berselanjar di dunia maya, bermain dan berkumpul dengan rekan rekan mereka adalah solusi untuk menenangkan hatinya.
Jiwa perjuangan dan nasiolisme harus terus ditanamkan pada generasi muda, etos inovasi terus dirangsang dan dibiasakan. Siapapun anak bangsa itu dan darimanapun ia lahir. Inilah kelak yang akan jadi pahlawan pada zamannya.
Era digital membuat masyarakat cepat mendapat informasi termasuk hoax terbukti ada kelompok Saracen yang memproduksi konten SARA dengan fitnah dan menyebarkannya secara cepat pada banyak orang hingga masyarakat terprovokasi cepat marah. Era digital tanpa literasi menyebabkan masyarakat dan generasi muda tersesat perkembangan teknologi baru yang terus berkembang; ponsel(hardware), aplikasi dan system operasi(software) dan pemiliknya(brainware). Otak dan perilaku pemiliknya yang tidak sesuai dengan benda pintar yang dipegangnya inilah masalah yang harus dibenahi dan di edukasi.
Era digital memungkinkan setiap orang bisa dan boleh menjadi jurnalis dikenal dengan citizen jurnalis, melihat kejadian kebakaran di suatu tempat, tabrakan mrk lsg bisa membuat berita vidio, laporan live report radio. Era digital memutus mata rantai seseorang harus punya media menetap di suatu perusahaan media dan ini juga ancaman kedepan profesi wartawan setelah rontoknya media cetak. Setiap orang yang terpaku cara berfikir lama text book, tidak inovatif akan digulung arus perubahan robotik, kejam tanpa rasa.
Masyarakat harus membayar mahal untuk mendapat motivasi dari para motivator untuk mendapatkan; berfikir cerdas, pencerahan jiwa. Semangat kebersamaan semakin pudar karena kentalnya politik identitas maka pahlawan dan kepahlawanan pun sulit muncul.
Orang lebih suka berjuang untuk diri sendiri dan kelompoknya yang terbatas, dan merasa serta menilai diri sebagai pahlawan. Padahal, pahlawan dan kepahlawanan itu karena karyanya nyata, terlihat, dan bermanfaat untuk masyarakat atau pun orang banyak.
Peluang di era Milenial ini sebenarnya momentum untuk para jurnalis karena mudahnya menyebarkan informasi dengan cepat. Jurnalis harus memiliki jiwa kemasyarakatan yang tinggi. Jurnalis harus mampu menulis apa yang dirasakan dan dikeluhkan masyarakat.
Jurnalis harus memiliki kemampuan untuk mengupas tuntas dan mengungkap setiap kasus, tidak mudah menerima informasi yang tidak memiliki fakta dan data. Tidak mudah diintervensi kelompok tertentu.
Jurnalis dengan penulis medsos dadakan yang ingin mengambil peluang di era milenial sah saja walau kerap menjual subjektifitas memancing emosi karena yang mereka kejar adalah jumlah like di FB, Twitter, Instagram, pengunjung, yang lebih serius akan menjadi Blogger.
Profesi baru jurnalis medsos bukan ditekankan dan fokus pada nilai membuka tabir gelap menjadi terang.., bukan nilai nilai kepahlawanan, keberanian melawan arus yang diperjuangkan tapi nilai ekonomis yang di kejar karena sukses di era milenial diukur dari nilai pendapatan yang diterimanya (materialisme) itu wajar saja karena masuk kedunia digital butuh dana besar, dari mulai beli paket hingga memiliki perangkat yang baik
Undang Undang ITE memberikan batasan menulis bagi masyarakat umum untuk mengungkapkan perasaannya di ruang publik dengan ancaman pidana. Penulis medsos harus berhati hati dalam mengungkapkan perasaannya di ruang publik.
Jika para jurnalis tetap teguh pegang fungsi wacth dog, pengawas, kontrol sosial, sebagai pilar demokrasi mencerdaskan masyarakat maka profesi Jurnalis pantas disebut Pahlawan tanpa bintang jasa.
Pantun yang pas adalah "Berenang renang ke hulu. Berakit ketepian, bersakit sakit dahulu..Mati kemudian.. Kapan senangnya ya he...he...
Selamat Hari Pahlawan
Jkt 10 Nov 2017,
Salam : Sang Jurnalis Thony Ermando
0 Response to "PAHLAWAN"
Post a Comment