Kairospos.com - Dalam sebuah pertemuan beberapa tahun lalu sebelum ini, ketika Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH, MHum (Guru Besar Fakultas Hukum UGM) bersama Firman Jaya Daeli (mantan Tim Perumus Pansus UU Kepolisian, UU Kejaksaan, UU KPK di DPR-RI), di Yogyakarta. Pertemuan diskusi secara informal ini berlangsung bersama dengan Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saat itu Brigjen Pol. Erwin Triwanto, yang selanjutnya menjadi Kapolda Kalsel dan Kapolda Kalbar dengan pangkat terakhir Irjen Pol. Figur Prof. Dr. Edward O.S. Hiariej, SH, MHum (Prof. Eddy Hiariej) adalah Ahli yang diajukan Kuasa Hukum Pihak Terkait (Paslon 01/Jokowi-Amin) di Persidangan Mahkamah Konstitusi-RI. Prof. Eddy Hiariej juga merupakan Guru Besar termuda dan terkemuka di Indonesia.
Juga merupakan Pakar Hukum (Pidana) yang cerdas dan cemerlang berkelas cendekiawan dengan integritas dan kualitas yang terjaga. Prof. Eddy Hiariej tergolong dalam deretan sejumlah kecil dan terbatas dari kalangan Guru Besar Hukum di Indonesia yang mengembangkan dan memandu pemikiran ideologis dan strategis hukum di Indonesia. Sebelum pertemuan diskusi informal ini berlangsung, Firman Jaya Daeli diundang menjadi Pembicara dalam sebuah pertemuan seminar lain di Yogyakarta.
Cendekiawan Dan Politisi : Pembangunan Kelembagaan Dan Keadaban Politik Hukum https://newssantikorupsi.com/2019/06/cendekiawan-dan-politisi-pembangunan-kelembagaan-dan-keadaban-politik-hukum/
https://www.sumuttimes.com/2019/06/cendekiawan-dan-politisi-pembangunan.html?m=1
https://globalhukum-indonesia.com/cendekiawan-dan-politisi-pembangunan-kelembagaan-dan-keadaban-politik-hukum/
https://metrorakyat.com/cendekiawan-dan-politisi-pembangunan-kelembagaan-dan-keadaban-politik-hukum/
http://m.tribunsatu.com/read-9199-2019-06-26-cendekiawan-dan-politisi--pembangunan-kelembagaan-dan-keadaban-politik-hukum.html#sthash.2TaxfPrS.dpbs
Home » Archive for June 2019
Pancasila Pemersatu Bangsa NKRI Tegak
KAIROSPOS.COM, Jakarta - Pancasila tidak akan runtuh tiga puluh tahun lagi, seperti diperkirakan banyak orang karena DNA Indonesia sesungguhnya membangun optimisme dan pengharapan dari segi budaya, sosial politik dan sejarah pergerakan perjuangan kemerdekaan masyarakat Indonesia semakin menunjukkan bahwa sesungguhnya indonesia dapat hidup bersamaan dengan semangat gotong royong.
“Kalau kita
lacak betul proses berbangsa dan bermasyarakat
beberbagai elemen bermasyarakat dan berbangsa yang tumbuh dan berkembang
diatas realitas kepelbagaian budaya sebagai modal sosial kemerdekaan Indonesia.
Paska kemerdekaan semakin mempersatukan Indonesia,” Demikian diungkapkan Firman
Djaya Daeli mantan komisi politik dan hukum DPR RI selama dua periode dalam
acara Obrolan Sehat dan Berisi (OBSESI) di Radio RPK 96.3 FM yang terselenggara
atas kerjasama Persatuan Wartawan Nasrani (PEWARNA) dan Radio RPK Senin(17/06/2019).
Firman Djaya Daeli melanjutkan, dengan
demikian masyarakat Indonesia menjadi semakin bersemangat berhak optimis dan
berpengharapan oleh karena Itu maka yang menjadi medium simpul idiologis dan
falsafah Pancasila adalah sebuh solusi terbaik solusi cerdas untuk mengatasi
dan menghadapi ancaman kekuatan asing sekaligus untuk membangun kepebagaian
kita dan kekuatan kultural menjadi modal sosial Pancasila kita.
Bahwa memang ada
ancaman terhadap Pancasila sesungguhnya bukan hanya Pancasila yang terancam
tetapi ancaman terhadap Indonesia Raya terhdap Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang telah kita dimerdekakan oleh para pendiri bangsa yang telah diproklamasikan
oleh Bung Soekarno dan Bung Hatta dan sejak awal juga sudah dideklarasikan
sebuah bangsa baik melalui kebangkitan nasional, sumpah pemuda, proklamasi dan
seterusnya maka kalaupun ada ancaman sesungguhnya itu dari kelompok kecil yang
tidak merepresentasikan mewakili budaya Indonesia.
Sebab budaya Indonesia sangat menghargai
kepelbagaian budaya tidak menempatkan orang secara diskriminatif walaupun berbeda tidak dibedabedakan secara
diskriminatif walaupun berbeda tidak menjadi alasan pembenar untuk berbuat
diskriminatif walaupun ada ancaman kita yakin betul bahwa Indonesia akan maju
terus tumbuh dengan idiologi Pancasila dengan etos dan semangat bhineka tunggal
ika. “Masalahnya
sekarang sejauhmana kita membumikan Pancasila menarasikan Pancasila,
menyelenggarakan nilai nilai Pancasila secara utuh menyeluruh dan melengkapi
itulah jawabannya obat mujarab dan efektif terhadap serangan serangan langsung
maupun tidak langsung dari kelompok kecil yang tidak menghargai Indonesia raya,
tidak mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah diperjungkan
dipelihara dirawat betul oleh kita bersama untuk menempatkan ulang idiologi Pancasila
sebagai pemersatu bangsa inilah satu satunya idiologi satu satunya falsafah
kehidupan berbangsa bernegara untuk membangun persatuan,” tutur pria kelahiran
Gunung Sitoli, Nias.
Firman Djaya
Daeli menjawab hasil riset Setara Institute yang menyebutkan banyaknya
Perguruan Tinggi Negri yang telah terpapar idiologi radikal menyatakan
“Membumikan Pancasila secara menyeluruh dengan tindakan dan pencegahan pada
pelakunya oknum oknum Aparatur Sipil Negara yang terpapar mulai dari oknum
dosen, oknum guru yang terpapar idiologi radikal. Sesungguhnya elit elit di
dunia pendidikan, elit politik harus memberikan keteladanan nilai nilai dari
butir butir sila yang ada pada Pancasila.”
Senada dengan
itu Dandy Capriyanto SH., MH sebagai Pengamat/Pemerhati Kebangsaan menyampaikan
pendapatnya. “Bangsa Indonesia merupakan negara yang multikultural
yang mana terdapat
banyak sekali agama,ras, budaya,
maupun suku. Hal tersebut
menjadikan tantangan untuk masyarakat Indonesia dalam menjaga kerukunan antar
bangsa karena banyak nya perbedaan menjadikan banyak problematika perbedaan
pendapat dalam masyarakat,
dan harus menjunjung
Bhinneka Tunggal Ika . Perbedaan pendapat pernah
terjadi pada saat
proses pelaksanaan perumusan
Pancasila sebagai dasar
negara, Panitia Sembilan
pada tanggal 22
Juni 1945 berhasil merumuskan dasar
negara untuk Indonesia
merdeka. Rumusan itu
oleh Mr. Moh. Yamin diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta
Charter. Dan yang menjadikan perdebatan dan usia aktualnya yaitu Pancasila
pertama yang berbunyi : “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”, dan perdebatan ini hingga sekarang masih tetap
menjadi wacana kebangsaan kita dan mungkin selama sudah menjadi resiko
bernegara dalam tatanan multikultural.
Lebih jauh, kata
Dandy (begitu akrab dipanggil) adapun upaya agar masyarakat Indonesia
menghargai Bhinneka Tunggal Ika melalui Pancasila sebagai
salah satu alat
pemersatu bangsa dari
perpecahan maupun perbedaan, konflik yang terjadi
ditengah lapisan masyarakat, dengan cara
masyarakat Indonesia harus mampu
menjiwai secara mendalam dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Serta mengetahui fungsi dan kedudukan Pancasila sangat luas.
Adapun fungsi
dan kedudukan Pancasila sebagai pemersatu bangsa sebagai berikut pertama;
Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia; kedua Pancasila sebagai Keperibadian
Bangsa Indonesia; ketiga Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesi dan
terakhir, Pancasila sebagai Falsafah
Hidup Bangsa Indonesia. Siaran Obsesi ini dipandu oleh Jurnalis PEWARNA Thony
Ermando dan Junyor Nainggolan.
Related Posts:
GKP Rehoboth Jatinegara Selenggarakan HUT ke 54 PGIW Jakarta
KAIROSPOS.COM, Jakarta-GKP Rehoboth Jatinegara Jakarta Timur menjadi tempat diselenggarakannya Hari jadinya yang ke 54 tahun PGIW Jakarta tepatnya tanggal 3 Juni 2019.
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia
Wilayah DKI Jakarta (PGIW Jakarta) telah memotori pergerakan oikumene di ibukota. Maka
di usia pelayanannya yang lebih dari setengah abad menjadi
sebuah momentum yang patut untuk disyukuri. Ungkapan rasa syukur kemudian dituangkan
dalam sebuah ibadah dan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) yang diselenggarakan di
Gereja Kristen Pasundan (GKP) jemaat Rehoboth, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin
(17/06/2019).
Sejak
sore hari gedung GKP Rehoboth Jatinegara nampak telah disesaki ratusan hamba
Tuhan dan jemaat yang ingin bersekutu di ibadah syukur HUT 54 PGIW diperkirakan sekitar 350 orang hadir. Ibadah
dipimpin mantan Sekretaris Umum Majelis Pekerja Harian GKP, Pdt. Supriatno M.Th.
Persembahan pujian berupa paduan suara dan vocal
group juga silih berganti dibawakan oleh gereja-gereja yang menjadi anggota
PGIW Jakarta.
Pendeta
Supriatno saat menyampaikan pesan kenabian mengutip firman dari Markus 2:1-12.
Perikop ini bercerita tentang empat orang sakit yang membawa sahabat mereka
yang lumpuh untuk bertemu dengan Yesus agar bersama-sama beroleh kesembuhan.
Dari kisah tersebut Pendeta Supriatno berupaya mengingatkan para hamba Tuhan
dan jemaat tentang prinsip keesaan gereja yang belakangan ini mengalami
degradasi nilai. Menurutnya, di tengah kegerakan oikumene masih saja dapat
dijumpai keberadaan gereja yang bersikap ekslkusif, bahkan enggan menunjukkan
kepedulian terhadap kesusahan yang tengah melanda sesama gereja itu sendiri.
Hal itu, lanjutnya, sungguh berbanding terbalik dengan kisah yang dituliskan di
perikop tersebut. “Empat orang ini bisa pergi sendiri-sendiri kepada Tuhan
Yesus, tetapi tidak mereka lakukan. Karena gereja itu bisa bersama-sama di
dalam hidupnya, maka gereja bisa berkarya optimal karena melibatkan gereja yang
lainnya,” papar mantan Sekretaris Umum Majelis Pekerja Harian Sinode GKP
periode 2002-2007, itu.
Hamba
Tuhan yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum PGIW Jakarta itu kemudian
menggunakan sebuah perumpamaan tentang sifat natural hewan di alam bebas,
dikaitkan dengan konteks kehidupan bergereja saat ini. “Ada binatang yang kuat
dan tidak membutuhkan kehadiran binatang yang lain. Hidupnya soliter, pergi sendiri,
makan sendiri. Gereja bisa (hidup soliter), tetapi itu bukan karakter gereja.
Gereja tidak memiliki tipologi seperti itu, itu bukan karakter gereja. Watak
gereja bukan hidup sendiri, mencari kesenangan sendiri, dan kuat sendiri.
Karakter gereja adalah membangun, membentuk komunitas di dalam persekutuan,”
jelas Supriatno.
Momentum untuk Merangkul
Seusai
ibadah, pengucapan syukur HUT 54 PGIW Jakarta dilanjutkan dengan sebuah
perayaan sederhana bersama dengan 67 perwakilan gereja anggotanya. Di kesempatan
itu PGIW memberikan kesempatan kepada Pembimas Kristen Kemenag Kanwil DKI
Jakarta, Lisa Mulyati S.Sos., M.Si, untuk menyampaikan kata sambutan. Selain
mengucapkan selamat, Lisa ikut berpesan bahwa saat ini PGIW sebagai lembaga
aras terbesar di Jakarta masih memiliki sebuah Pekerjaan Rumah yang menunggu
untuk diselesaikan. “Usia 54 tentunya sudah tidak muda lagi. Di dalam
organisasi pastinya PGIW Jakarta ini sudah mengalami jatuh-bangun. Bagaimana
PGIW sebagai aras yang paling besar di Jakarta ini bisa merangkul gereja-gereja
yang menjadi anggotanya. Gaung ini harus terus-menerus disampaikan, bahwa
keberadaan lembaga aras yang paling besar ini harus terus merangkul yang
bawah,” ujar Lisa.
Sementara
itu Sekretaris Umum PGIW Jakarta Pdt. Ferry Simanjuntak M.Th menghendaki di
usia 54 tahun PGIW dapat menjadi
pengingat bagi tiap pimpinan gereja anggota untuk bersikap proaktif dalam
mendukung arak-arakan oikumene di Jakarta. “Ini merupakan momen sukacita.
Karena momen-momen seperti inilah yang ditunggu supaya kita bisa berjumpa
dengan berbagai macam denominasi gereja yang secara khusus menjadi anggota
PGIW,” ujar Ferry usai perayaan, mewakili Majelis Pekerja Harian.
Pelopor
Rekonsiliasi
Ungkapan
selamat atas 54 tahun usia pelayanan juga disampaikan oleh sejumlah pihak gereja
yang menjadi anggota PGIW Jakarta. Salah satunya datang dari Gereja Kristen
Setia Indonesia (GKSI). Aktivis gereja yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis
Tinggi GKSI, Willem Frans Ansanay SH., MH, berkata peran PGIW telah sangat baik
dalam mengakomodir kepentingan gereja anggotanya. Kepada awak media Frans
menyampaikan harapannya agar ke depan pelayanan PGIW tidak lagi bersifat
pastoral semata, namun turut merambah kepada model pelayanan pastoral yang
mendukung proses penyelesaian permasalahan dari gereja anggota mereka,
berdasarkan berbagai perspektif. “Kita harapkan tokoh PGIW, pengurus, para
pendeta, atau unsur-unsur pimpinan yang ada di sana selalu mengedepankan dialog
dua arah seperti yang sudah-sudah. Sehingga gereja-gereja, termasuk Gereja
Kristen Setia Indonesia yang mengalami
degradasi karena dualisme kepemimpinan, pasca ulang tahun PGIW ini (diharapkan)
ada sesuatu yang lebih berarti,” ungkap Frans Ansanay.
Frans
yang hadir bersama dengan Ketua Sinode GKSI Pdt. Marjiyo S.Th dan Sekum GKSI
Pdt.Yus Selly M.Pd.K, juga menyampaikan apresiasinya atas kepemimpinan PGIW
hari ini. Hal itu diungkapkan Frans karena menurutnya Ketua, Sekretaris Umum
dan unsur pimpinan PGIW lainnya sedari awal telah meletakkan dasar rekonsiliasi
bagi penyelesaian sengketa yang dihadapi oleh GKSI. Dia kembali berharap pola
seperti itulah yang dapat dijadikan PGIW sebagai dasar pelayanan pastoral ke
depan. “Dan harapan kami adalah setelah memahami persoalan, PGIW harus
kemudian juga memberikan kepastian terhadap gereja-gereja yang bersengketa.
Kalau memang ada yang ingin rekonsiliasi, direspon, kemudian diberikan
tanggungjawab untuk mengagendakan pertemuan rekonsiliasi internal, setelah itu
dilaporkan kepada PGIW. Supaya semua terkait dengan persoalan-persoalan gereja
yang bersengketa itu poin penyelesaiannya lebih kelihatan, jangan mengambang,”
Frans melanjutkan PGIW Jakarta memang lebih responsif menyelesaikan kasus GKSI dibanding yang lain.
Di
penghujung wawancara, Frans Ansanay meminta supaya segenap pengurus PGIW Jakarta mampu
mempertahankan tiap capaian positifnya seperti yang telah dilakukan selama ini.
“Karena itu saya mengucapkan selamat kepada PGIW Jakarta dalam ulang tahunnya
ke-54. Harapannya semoga dengan bertambahnya usia dapat semakin matang, dan
pasti banyak hal yang dibuat dalam rangka menjaga keseimbangan gereja-gereja di
DKI Jakarta. Komunikasi dengan pemerintah cukup bagus. Dengan stakeholder, lembaga pemerintah yang
lain baik seiman maupun non, saya melihat kepemimpinan yang sekarang ini cukup
memberikan makna bagi kebersamaan gereja-gereja dan kebersamaan umat manusia di
wilayah DKI Jakarta dari berbagai latarbelakang agama dan kepercayaannya,” tutur Frans Ansanay.
Sinergi Program
Ketua
Panitia HUT 54 PGIW Jakarta Ir. Edward. B.P. Sitorus M.BA, saat ditemui di
kesempatan yang sama menjelaskan tentang rangkaian acara yang telah
dilaksanakan oleh PGIW dalam rangka memperingati hari jadinya tersebut.
Kegiatan diawali dengan Konven Pendeta se-Jakarta yang digelar pada 27 Mei di
POUK Halim Perdanakusuma, kemudian dilanjutkan dengan lomba Jalan Sehat,
Tenis Meja, Cerdas Cermat Keluarga, Lomba Senam Tobelo, dan Futsal antar gereja
yang diselenggarakan di Pusat Oikumene Jakarta pada 1 Juni lalu.
Selain menyelenggarakan sejumlah
kegiatan ekumenis, PGIW Jakarta juga berupaya merealisasikan rancangan program
yang telah disusun sejak 2 tahun lalu, bersamaan dengan diselenggarakannya
rangkaian kegiatan HUT ke-54. Dari penjelasan Edward, sinergi program yang
dimaksud berbentuk kunjungan pelayanan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
sekaligus bakti sosial yang akan berlangsung di tanggal 18 Juni. “MPH PGIW Jakarta ini sudah
merancang program sejak 2 tahun lalu, namun pelaksanaannya tertunda. Saya
selaku panitia dan bagian dari MPH ini mengemban amanat agar kegiatan panitia
HUT bisa disinergikan dengan program MPH. jadi sebenarnya pelaksanaan pelayanan
di Lapas dan bakti sosial ini merupakan bagian dari program MPH PGIW,” kata
Sintua di Huria Kristen Indonesia jemaat Pulomas, itu.
Lebih
lanjut Edward juga menerangkan soal latarbelakang kunjungan pastoral kali ini,
di mana PGIW Jakarta memilih sebuah Lapas yang terletak di Pulau Nusakambangan,
Cilacap, Jawa Tengah, untuk dijadikan sebagai lokasi ibadah. Selain mendoakan
para narapidana di sana, mereka juga berencana untuk membagikan sejumlah
kebutuhan pokok. “Yang penting kami akan mengadakan ibadah di sana, lalu kita
akan mengadakan bakti sosial di tempat itu pula berupa pembagian makanan
ataupun pakaian,” tutup Edward.
Related Posts:
Subscribe to:
Posts (Atom)