KAIROSPOS.COM, Jakarta - Penampilan
atau sosok Pendeta yang satu ini sangat berbeda dengan para pendeta di
gereja-gereja mainstream seperti GPIB dengan rambut dikuncir lebih mirip
seorang seniman ketimbang Pendeta.
Ditemui di
Komplek Kepolisian RI (AKRI) di kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan Pdt.
Robert Martin William melayani GPIB Pasar Minggu sebagai Pendeta jemaat.
Dimulai dengan pertanyaan penampilannya yang asing dan lebih mirip seniman
menyatakan “Saya adalah seorang seniman yang terjebak didalam pelayanan gereja”
katanya.
Robert
William menceritakan “Kebanyakan pendeta focus pada pekerjaan theologis semata,
bagi saya pesan theologis itu cukup luas seperti seni, budaya, jadi bagi saya
tugas pendeta itu adalah pendamping umat, sehingga bisa lebih luas ruang kerjanya.
Seni yang saya tekuni selama ini dapat menyempurnakan pengajaran Tuhan lewat
seni dan budaya” ungkap Robert yang juga menjadi staf pengajar sastra di UKI.
Robert
melanjutkan ceritanya "Belum lama ini saya buat pagelaran budaya di daerah
sungai ciliwung dan citarum. Bagaimana kita mengangkat tadisi masyarakat disana
yang mengganggap sungai itu bagian dari kehidupan, dalam konsep theologis dan
spritual juga bahwa air adalah ciptaan Tuhan dan bagian dari kehidupan yang
harus dijaga. Dengan menjaga kebersihan sungai misalnya sudah memberikan
kehidupan untuk orang lain" terang
Robert yang asli dari tanah Toraja tetapi lebih pas jadi arek Suroboyo
dengan logat Surabaya yang kental karena dibesarkan di Surabaya dan beliau
lebih akrab disapa dengan Romo Robert.
Meski
menjadi seorang pendeta, Pdt Robert juga punya komunitas "Indonesia Rumah
Budaya Kita" uniknya komunitas ini punya sekitar 15 ribu anggota lintas
agama, yang beragama kristen paling sekitar 60-70 orang. dan melakuakan
pagelaran-pagelaran di lintas tempat. ucapnya, saat diwawancara oleh tim PEWARNA Indonesia.
Ketika
membahas dan ditanya pendapatnya tentang LGBT dan Waria karena romo Robert juga
melakukan pendampingan pada komunitas belok ini. Romo Robert menjelaskan dalam
perspkektif Kristen “ Harusnya gereja hadir bagi mereka yang yang terpapar LGBT,
bukan membatasi diri bagi mereka. Gereja jangan membatasi kemampuan kuasa
Tuhan. Para pendeta jangan gampang sekali menghakimi para lbgt, kebanyakan dari
kita terlalu cepat mengatakan semua waria salah. namun tanpa mendengar
penjelasan dan menilisik lebih jauh tentang waria itu sendiri. Terang romo
Robert.
Robert lebih senang dengan
istilah “pendamping masyarakat” dan “pendamping umat”. Romo Robert yag pernah
menjabat sebagai ketua PGI Wilayah Sumbar – Riau” mengusulkan agar istilah
EUKUMENE diganti dengan BHINEKA TUNGGAL IKA karena itu lenih pas dengan kondisi
Indonesia terang Romo pada awak media dari PEWARNA Indonesia (Thony Ermando).
Related Posts: