KAIROSPOS.COM, Jakarta – Masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dengan seruan #dirumahsaja tidak membuat PEWARNA Indonesia (Persatuan Wartawan Nasrani) berhenti berkarya tetapi digunakan untuk berbagi pemikiran padas seluruh anak bangsa. Dengan memanfaatkan teknologi informasi meeting zoom PEWARNA Indonesia menggelar diskusi lintas propinsi.
Sebagai tindak lanjut diskusi daring Pengurus Pusat
Pewarna Indonesia pada tanggal 5 Mei 2020. Pewarna DKI Jakarta menggelar
diskusi daring dengan tema yang sama namun lebih menyasar kaum milenial,
“Peluang Partai Kristen 2024 di Mata Anak Muda”, pada hari Jumat (8/05/2020),
dimulai pukul 10.00 sampai pukul 12.00 Wib.
Diskusi daring yang digelar hari ini merupakan tindaklanjut
dari diskusi daring yang digelar pengurus pusat Pewarna Indonesia tiga hari yang lalu. Bedanya, kali ini
diskusi kami gelar untuk menyasar kaum milenial. Kita ingin tahu bagaimana sih
peluang partai Kristen di mata anak muda?”, Ujar Johan Pirtondi, pelaksana tugas Pewarna DKI
Jakarta.
Ricardo Marbun Jurnalis Pewarna Indonesia dengan lugas dan
cerdas memandu diskusi yang menghadirkan delapan narasumber dari berbagai latar
belakang organisasi kepemudaan, pelayanan gereja, yayasan dan akademisi.
Kedelapan narasumber tersebut; Korneles Galanjinjinay (Ketum PP GMKI), Joel
Manalu (Ketua PP DPA GBI), Richard Nayoan (Pengurus GMDM), Arbie Haman (Ketum
AMPP), Dona Sampaleng (Akademisi STT IKAT Jakarta), Agusten Harahap (Ketua
MKN), Dewi Pingkan Permana (Ketua Glory 10), dan terakhir Ronald Stevly Onibala
(Sekjen Pewarna Indonesia).
Pada sesi pertama, setiap narasumber diberi kesempatan
selama tujuh menit untuk memaparkan pandangannya terkati tema diskusi. Agusten
Harahap (ketua MKN) membuka diskusi dengan statement yang memantik narasumber
maupun peserta diskusi. Menurutnya, berdasarkan pengalaman, partai Kristen
kurang tepat dan tidak efektif membawa suara Kristiani berdampak. Baginya,
perjuangan hak-hak umat Kristiani sudah ada di partai-partai nasionalis.
“Politik identitas kurang tepat di 2024! Paling tepat adalah
tindakan-tindakan di lapangan yang berdampak tanpa harus ada di partai
politik”, tegas Agusten.
Berbeda dengan narasumber pertama, Richard Nayoan
berpendapat bahwa peluang partai Kristen itu ada namun para pendiri jangan
sampai menjadi batu sandungan sehingga menimbulkan trauma buat anak muda untuk
terlibat aktif dalam politik praktis. Richard pun tidak setuju dengan orang
Kristen yang anti politik. Ditegaskannya, yang terpenting bagaimana partai
politik Kristen memperkuat visi dan misinya serta perlua adanya sekolah-sekolah
politik yang dibangun gereja sebagai bagian peran gereja untuk menghasilkan
kader-kader yang kompeten dan berintegritas dalam perpolitikan Indonesia.
“Supaya tidak terjadi lagi pengalaman para pendiri yang
menjadi batu sandungan, maka pendidikan politik itu perlu. Bangun sekolah
politik oleh sinode supaya mencetak kader-kader yang kompeten dan
berintegritas”, terangnya.
Sementara itu, Korneles Galanjinjinay Ketum PP GMKI
menekankan dari sisi sejarah perjuangan para tokoh-tokoh Kristen dengan
kontribusinya. Menurutnya sejarah perjuangan itu harus dipikirkan dan
dilanjutkan, meskipun saat ini ada tokoh-tokoh Kristen yang mengesampingkan.
Korneles tak segan melempar kritik tajamnya pada tokoh-tokoh Kristen yang ada
di partai nasionalis yang dianggapnya kurang mampu memperjuangkan kepentingan
Kekristenan. Kekuatan-kekuatan itu (partai Kristen) terbukti ada. Tak boleh ada
ketakutan untuk berjuang dalam satu kekuatan politik.
“Jangan malu-malu untuk menyatakan identitas kita di bangsa
ini. Jangan jadi pelengkap sandiwara politik di bangsa ini”, pungkasnya tajam.
Narasumber berikutnya, Dewi Pinkan Permana (Ketua Glory
10)mengajak peserta untuk melihat dari peran partai Kristen untuk menanamkan
nilai-nilai Kekristenan dan penyebaran Firman Tuhan serta didalam kegiatan
komsel contohnya. Jika partai Kristen lebih fokus pada penyebaran Injil dengan
nilai-nilai Kekristenannya, maka akan menjadi daya tarik bagi anak-anak muda
gereja.
“Peluang itu ada! Tapi anak-anak muda gereja masih kurang
berminat. Harus ada perubahan dalam partai Kristen”, sebutnya.
Sebagai narasumber keempat, Arbie Haman Ketum AMPP
menyatakan bahwa harus dipikirkan bagaiaman partai Krsiten harus menjadi partai
yang terbuka bagi orang lain (non Kristen) yang membela kepentingan
nasionalisme dan keberagaman.
Adapun Dona Sampaleng, Akademisi STT IKAT Jakarta lebih
melihat dari sisi akademis dengan pendidikan politik yang dapat mencetak SDM
yang unggul dan gereja turut serta.
Lakukan pembelajaran politik yang baik untuk mencetak SDM
yang unggul, Pandanganya mengutif dari tokoh politik Kristen,”Jangan memberi
kesempatan pada anak muda tetapi bagi anak muda ciptakanlah peluang
kesempatan itu” tegasnya.
Ketua PP DPA GBI, Joel Manalu dalam paparannya mengungkap
sikap anak-anak muda yang traumatis dan apatis karena menganggap partai politik
Kristen gagal. Menyikapi ini, maka diperlukan pendidikan politik yang baik bagi
anak-anak muda gereja. Joel pun mengkritisi para caleg atau parpol Kristen yang
hanya muncul di saat tahun-tahun politik. Menurutnya, partai politik itu
penting sehingga dukungan gerejapun penting.
“Partai politik sangat vital karena kebijakan-kebijakan ada
didalamnya. Dan untuk mengubah sikap apatis anak-anak muda terhadap partai
politik Kristen, harus ada pendidikan politik yang baik. Jangan sampai gereja
hanya diajak kerjasama ketika tahun-tahun politik itu muncul”, ungkap Joel.
Hal yang sama disampaikan narsumber terakhir, Ronald Stevly
Onibala, Sekjen Pewarna Indonesia. Menurutnya saat ini ada sikap apriori dari
kalangan anak muda terhadap partai Kristen. Untuk mengubah stigma tersebut
diperlukan perubahan secara frontal, salah satunya dengan mendorong anak-anak
muda yang kompeten dan berintegritas untuk maju sebagai pemimpin.
“Saatnya yang senior mempercayakan kepada anak-anak muda
untuk memimpin.
Para senior memberi arahan, nasihat sesuai pengalaman. Jangan
memaksakan diri, apalagi kalau ketokohan atau figur yang diangkat tidak dikenal
dikalangan anak-anak muda/kaum milenial”, tukasnya. “Dan yang terpenting, belajar dari pengalaman, adalah
bagaimana partai-partai politik Kristen yang hadir untuk berkontestasi dalam
pemilu 2024, ketika dipercaya terpilih, bisa memperjuangkan toleransi yang
setara”, tukas Onibala pada closing statment.
Sebelum closing statement, sesi tanya jawab mewarnai diskusi
daring yang diikuti berbagai daerah antara lain; Papua Barat, Gorontalo, Bali,
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI, Banten. Hampir semua peserta memberi
penegasan yang sama soal perlunya partai politik Kristen di 2024 dengan
berbagai perubahan diantaranya mendorong anak-anak muda yang memiliki potensi
untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki kepedulian untuk bangsa ini.
0 Response to "DISKUSI DARING PEWARNA DKI: PELUANG PARTAI KRISTEN 2024 DI MATA ANAK MUDA"
Post a Comment